A. Kekerasan
1.
Pengertian
Kekerasan/penganiayaan merupakan suatu
fenomena yang kompleks, dan oleh karena itu tidak bisa dilihat dari kacamata
tunggal semata. Kekerasan yang dialami perempuan dapat berupa kekerasan fisik,
psikis, seksual dan penelantaran dalam Rumah Tangga. Tindak kekerasan fisik
adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain.
Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan anggota tubuh pelaku
(tangan, kaki) atau dengan alat-alat lainnya.
Tindak kekerasan non-fisik adalah
tindakan yang bertujuan merendahkan citra atau kepercayaan diri seorang
perempuan, baik melalui kata-kata maupun melalui perbuatan yang tidak
disukai/dikehendaki korbannya.
Tindak kekerasan psikologis/jiwa adalah
tindakan yang bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban. Secara kejiwaan,
korban menjadi tidak berani mengungkapkan pendapat, menjadi penurut, menjadi
selalu bergantung pada suami atau orang lain dalam segala hal (termasuk
keuangan). Akibatnya korban menjadi sasaran dan selalu dalam keadaan tertekan
atau bahkan takut.
Seringkali kekerasan pada perempuan
terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan jender. Ketimpangan jender
adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang
menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. “Hak istimewa”
yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang”
milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan
cara kekerasan.
2.
Kekerasan pada dasarnya
tergolong ke dalam dua bentuk :
• kekerasan sembarang,
mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan
• kekerasan yang terkoordinir,
dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak, seperti
yang terjadi dalam perang
(yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.
3.
Beberapa alasan pria menganiaya wanita :
• Tindakan
kekerasan bisa mencapai tujuan
- Kekerasan
memberikan jalan bagi penyelesaian dengan cepat ketidak-akuran tanpa harus
membicarakan masalah yang sebenarnya
- Pria
merasa ‘hidup’ bila harus berkelahi dan tenaga menjadi berlebihan sesudahnya
- Pria
merasa ‘menang’ dan mendapatkanapa yang dia inginkan
• Pria
mempunyai pandangan yang salah tentang apa arti menjadi seorang laki-laki
- Pria
merasa sebagai laki-laki harus bisa mengndalikan kehidupan wanita, maka dia
merasa sudah biasa menganiaya wanita.
- Pria
merasa mempunyai ‘hak’ untuk hal-hal tertentu
• Pria
merasa bahwa wanita memang kepunyaan pria (kebutuhan)
- Bila
wanita kuat, pria akan merasa takut kehilangan. Sehingga pria akan membuat
wanita menjadi bergantung padanya
• Pria
tidak tahu cara lain
- Biasanya
pria dibesarkan dari keluarga yang selalu mengandalkan kekerasan sehingga dia
tidak pernah belajar cara lain untuk bersikap.
4.
Faktor-faktor terjadinya kekerasan :
a.
Kemiskinan
b.
Kurangnya
pengetahuan/pendidikan
c.
Hubungan pribadi
5.
Rencana tindakan keselamatan :
• Keselamatan
sebelum kekerasan terjadi lagi
- Katakana
pada orang terdekat tentang adanya kekerasan dan minta bantuannya bila
mendengar adanya kekerasan.
- Pikirkan
suatu kata sandi sebagai tanda bagi anak/tetangga untuk mencari bantuan.
• Keselamatan
selama terjadi kekerasan
- Bila
terjadi kekerasan, cobalah membuat kejadian tersebut aman, jauh dari alat-alat
yang bisa melukai
- Gunakan
cara penilaian yang baik sampai pria menjadi tenang
- Pikirkan
cara untuk menyelamatkan diri
• Keselamatan
bagi wanita yang bersiap untuk pergi
- Letakkan
uang dan barang-barang yang diperlukan untuk pergi dari rumah di tempat yang
aman
- Siapkan
dokumen, seperti KTP, catatan kesehatan, sekolah anak-anak, dan siapkan pada
tempat yang aman atau berikan pada teman yang dipercaya.
6.
Usaha yang dilakukan menuju perbaikan :
• Membicarakan
masalah yang terjadi (kekerasan)
• Sanksi
hukum kekerasan
Di
Indonesia, pelaku penganiayaan/kekerasan di ancam hukuman denda atau penjara
antara 8 bulan sampai 15 tahun. Bila korban adalah anggota keluarga terdekat,
maka ancaman bisa ditambah 1/3 dari pasal penganiayaan yang bersangkutan.
• Mendirikan
pelayanan untuk membantu wanita yang telah memutuskan untuk pergi
ü Mendirikan
‘rumah’ atau pengungsian bagi para korban kekerasan.
ü Membantu
wanita untuk belajar tentang hak-hak mereka dan belajar keterampilan.
• Gunakan
tekanan sosial
• Dorong
tokoh-tokoh masyarakat untuk menentang kekerasan.
• Bagi
petugas kesehatan;
– Mencari
tanda-tanda kekerasan yang terjadi pada korban.
– Mencatat
hasil temuan dengan mengambar sketsa muka dan belakang tubuh korban dan memberi
tanda-tanda pada tempat luka.
Perempuan
berhak memperoleh perlindungan hak asasi manusia. Kekerasan terhadap perempuan
dapat berupa pelanggaran hak-hak berikut:
1)
Hak atas kehidupan
2)
Hak atas persamaan
3)
Hak atas kemerdekaan
dan keamanan pribadi
4)
Hak atas perlindungan yang
sama di muka umum
5)
Hak untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaik-baiknya
6)
Hak atas pekerjaan yang
layak dan kondisi kerja yang baik
7)
Hak untuk pendidikan
lanjut
8)
Hak untuk tidak
mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan atau penyiksaan
secara tidak manusiawi yang sewenang-wenang.
B. Perkosaan
1.
Pengertian
Perkosaan adalah hubungan seksual yang
terjadi tanpa diinginkan oleh korban. Seorang laki-laki menaruh penis, jari
atau benda apapun ke dalam vagina, anus, atau mulut perempuan tanpa sekehendak
perempuan.
Perkosaan adalah penganiayaan seksual,
sama sekali bukan karena kesalahan wanita dan merupakan tindakan kekerasan
dengan menggunakan seks sebagai alat kekerasan. Pada dasarnya kekerasan lebih
identik dengan pelecehan, pengambilan hak/ sesuatu milik seseorang secara paksa
2.
Jenis
Perkosaan
a.
Perkosaan oleh orang
yang dikenal :
1)
Teman
2)
Tetangga
3)
Pacar
4)
Suami
5)
Anggota keluarga
(bapak, paman, saudara)
b.
Perkosaan oleh orang
yang tak dikenal :
Biasanya disertai dengan;
1)
tindak kejahatan
seperti perampokan, pencurian, penganiayaan, atau pembunuhan
2)
Di penjara
3)
Peperangan
3.
Dampak
Perkosaan
a.
Dampak emosional
Secara emosional,
korban perkosaan bisa mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, menyalahkan
diri sendiri, rasa takut berhubungan intim dengan lawan jenis, dan kehamilan
yang tidak diinginkan.
b.
Dampak fisik kepada
korbannya.
Secara fisik, korban
mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di
sekitar vagina, berisiko tertular PMS, luka di tubuh akibat perkosaan dengan
kekerasan, dan lainnya
4.
Faktor
Yang Memperngaruhi
Beberapa orang mengira pemaksaan kehendak seksual
adalah suatu bentuk perkosaan hanya bila pria sampai memukuli seorang wanita
atau meninggalkannya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Walau wanita tersebut
telah berusaha untuk melarikan diri dan
mengambil resiko terbunuh, atau tidak melawan pun perkosaan akan tetap terjadi.
Faktor-faktor
terjadinya perkosaan :
Perkosaan dapat terjadi pada semua perempuan dari
segala lapisan masyarakat tanpa memperdulikan umur, profesi, status perkawinan,
penampilan, atau cara berpakaian, hubungan pribadi
5.
Resiko
pada wanita yang diperkosa :
a.
Cacat, bila dia berada
di kursi roda, buta, tuli atau lambat mental
b.
Pengungsi, imigran,
atau orang yang tidak punya tempat tinggal/hidup dalam alam peperangan
c.
Hidup di
jalan-jalan/tanpa rumah tinggal tetap
d.
Pernah
ditahan/dipenjara
e.
Korban tindakan
kekerasan oleh suami/pacarnya
6.
Masalah kesehatan pada perkosaan :
a.
Kehamilan
Bisa dicegah bila
melakukannya segera dan menggunakan cara KB darurat
b.
Penyakit menular
seksual (PMS)
PMS bisa lebih mudah
ditularkan melalui kekerasan sekssual. Bila terinfeksi maka harus diberi obat
pencegah infeksi
c.
Luka robek dan luka
sayat
Kadang-kadang perkosaan
merusak alat genitalia menimbulkan sayat dan robek sehingga menimbulkan rasa
sakit. Untuk itu, rendamlah alat genetalia dengan air hangat yang telah
dicampur daun sirih atau oleskan dengan lidah buaya ditempat robekan.
7.
Cara
menghindari perkosaan :
a.
Berada di tempat kerja
bersama teman-teman kerja
b.
Tidak memasukkan orang
yan g menakutkan ke dalam rumah
c.
Tidak berjalan
sendirian
d.
Bila merasa diikuti
orang, cobalah berjalan ke arah yang berbeda/pergi ke orang lain/ke suatu
rumah/toko
e.
Bawa alat yang nyaring
f.
Bila diserang,
teriaklah sekuat mungkin/gunakan peluit (bila ada)
g.
Belajar percaya diri
pada perasaan/insting
h.
Pada anak, ajari
kemungkinan seseoranng akan menyentuh secara seksual dan bagaimana membedakan
antara sentuhan penuh kasih sayang dan yang mengarah seksual
8.
Hal-hal
yang perlu dilakukan bila mengalami perkosaan :
Perempuan
yang menjadi korban perkosaan sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut:
a.
Bila terdapat beberapa
orang mencoba memperkosa/bila bersenjata, jangan melawan secara fisik.
b.
Jangan mandi atau
membersihkan kelamin sehingga sperma, serpihan kulit ataupun rambut pelaku
tidak hilang untuk dijadikan bukti.
c.
Kumpulkan semua benda
yang dapat dijadikan barang bukti, misalnya: perhiasan dan pakaian yang melekat
di tubuh korban atau barang-barang milik pelaku yang tertinggal. Masukkan
barang bukti ke dalam kantong kertas atau kantong plastik.
d.
Segera lapor ke polisi
terdekat dengan membawa bukti-bukti tersebut, dan sebaiknya dengan keluarga
atau teman.
e.
Segera hubungi
fasilitas kesehatan terdekat (dokter, puskesmas, rumah sakit) untuk mendapatkan
surat
keterangan yang menyatakan adanya tanda-tanda persetubuhan secara paksa
(visum).
f.
Meyakinkan korban
perkosaan bahwa dirinya bukan orang yang bersalah, tetapi pelaku yang bersalah.
9.
Usaha menuju perbaikan
a.
Bagi petugas kesehatan
:
1.
Bersikap baik dan penuh
pengertian
2.
Rawat gangguan
kesehatannyn kesehatan jiwaa
3.
Menulis semua hasil
pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi
4.
Rawat kebutuhan
kesehatan jiwa
5.
Membantu membuat
keputusan
6.
Membantu memberitahu
orangtua dan keluarga
b.
Membangun masyarakat
untuk bekerja sama :
1.
Membatasi prilaku
seseorang
2.
Kesempatan yang sama
bagi setiap orang anggota masyarakat
3.
Kesempatan bagi
pria-wanita untuk membicarakan terbuka dan jujur tentang apa yang diharapkan
dari suatu hubungan seksual.
c.
Mendidik tokoh masyarakat,
pemimpin agama,guru tentang perkosaan
d.
Melatih wanita dan
gadis-gadis cara bela diri
C. Pelecehan Seksual
1.
Pengertian
Secara umum yang dimaksud dengan pelecehan seksual
adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada
hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang
yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah,
benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban
pelecehan tersebut.
Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, yakni
meliputi: main mata, siulan nakal, komentar berkonotasi seks atau gender, humor
porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu,
gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan
iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual hingga perkosaan.
Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan
kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel,
trotoar, dsb baik siang maupun malam.
Hampir semua korban pelecehan seksual adalah
perempuan tidak memandang status sosial ekonomi, usia, ras, pendidikan,
penampilan fisik, agama, dsb. Korban pelecehan akan merasa malu, marah,
terhina, tersinggung, benci kepada pelaku, dendam pada pelaku, shock, trauma
berat, kerusakan organ fisik, dll.
2.
Faktor penyebab
a.
Penayangan tulisan atau
tontonan pada media massa.
Media
masa sebagai sumber rujukan orang modern, yang saat ini kita sebagai mahluk
yang haus informasi selalu merujuk media massa sebagai bahan bacaan, Tidak jarang
media massa menampilkan unsure pornografi, tidak hanya terbatas hanya pada
materi yang menggambarkan hubungan seks media massa kerap merujuk pada segenap
bentuk materi yang terkait dengan seks (baik berupa cerita, Tulisan, gambar,
Atau tayangan) dan bertujuan merangsang birahi penonton atau pembacanya, yang
menyebabkan dorongan birahi kepada semua orang yang membaca atau menontonya.
Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah dampak bacaan atau tontonan
pornografi pada masyarakat umum khusunya kaum pria, yang bias berakibat kan terjadinya Pelecehan
seksual meningkat pelecehan seksual pada orang lain.
b.
Cara wanita berpakaian.
Keadaan
wanita saat ini yang cenderung berpakaian sangat minim, mungkin juga salah satu
penyebab pelecehan seksual yang terjadi. Bagaimanapun laki-laki adalah manusia
yang mempunyai unsur hawa nafsu, bila melihat wanita dengan pakaian minim hal
itu dapat memacu terjadinya pelecehan seksual.
c.
Adanya kesempatan
Contohnya
kejahatan pelecehan seksual marak terjadi diangkutan umum, hal ini terjadi saat
angkutan umum penuh, maka laki-laki melakukan penggesekan kemaluan pada
wanita,atau melakukan perabaan secara sembunyi atau pura pura kepada bagian
tubuh wanita (Seperti payudara, Bokong, dan lainya),
d.
Kekuasaan
Pelecehan
seksual terjadi ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada
korban. Kekuasaan dapat berupa posisi pekerjaan yang lebih tinggi,
kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis kelamin yang satu terhadap jenis
kelamin yang lain, jumlah personal yang lebih banyak, dsb.
3.
Ciri utama yang
membedakan tindakan "suka sama suka" dengan apa yang disebut sebagai
pelecehan seksual di tempat kerja adalah:
a)
Tidak dikehendaki oleh
individu yang menjadi sasaran,
b)
Seringkali dilakukan
dengan disertai janji, iming-iming atau pun ancaman,
c)
Tanggapan (menolak atau
menerima) terhadap tindakan sepihak tersebut dijadikan pertimbangan dalam
penentuan karir atau pekerjaan,
d)
Dampak dari tindakan
sepihak tersebut menimbulkan berbagai gejolak psikologis, diantaranya: malu,
marah, benci, dendam, hilangnya rasa aman dan nyaman dalam bekerja, dsb.
4.
Beberapa tips untuk menghindari pelecehan seksual,
a)
Selalu bersikap waspada
b)
Hindari berjalan di tempat gelap dan sunyi,
c)
berpakaian sewajarnya,
d)
sediakan selalu senjata di dalam tas, seperti
misalnya korek api, deodorant semprot, dan sebagainya;
e)
jika pergi ke suatu tempat asing, bawa alamat
lengkap, denah dan jalur kendaraan sehingga tidak terlihat bingung.
f)
Bertanya pada
tempat-tempat resmi, seperti kantor polisi,
g)
jangan mudah menerima ajakan untuk bepergian atau
menginap di tempat yang belum dikenal,
h)
jangan mudah menumpang kendaraan orang yang
belum di kenal,
i)
berhati-hati jika
diberi minum orang,
j)
pastikan selalu
jendela, pintu kamar, rumah, mobil sudah terkunci.
k) Belajar beladiri praktis untuk mempertahankan
diri ketika diserang.
5.
Langkah-langkah yang
bisa dilakukan bila mengalami pelecehan seksual adalah:
a)
Membuat catatan tentang
kejadian pelecehan seksual yang anda alami. Catat dengan teliti identitas
pelaku, tempat kejadian, waktu, saksi dan yang dilakukan oleh pelaku serta
ucapan-ucapan pelaku.
b)
Bicara pada orang lain
tentang pelecehan seksual yang anda alami. Ceritakan kepada teman,
atasan, guru atau siapa saja yang anda percayai dan mau mengerti perasaan anda.
c)
Memberi pelajaran
kepada pelaku. Apabila anda sanggup melakukannya katakan kepada pelaku
bahwa tindakannya tidak dapat anda terima. Anda dapat melakukannya dengan
ucapan verbal dengan kata-kata, melalui telepon atau surat. Ajak seorang teman untuk menjadi
saksi.
4. Melaporkan
pelecehan seksual tersebut, karena pelecehan seksual melanggar hukum.
Maka, sangat tepat jika pelecehan seksual yang anda alami segera anda laporkan
ke polisi.
D. Single Parent
1.
Pengertian
Single parent adalah orang yang
melakukan tugas sebagai orang tua (ayah dan ibu) seorang diri, karena
kehilangan/ terpisah dengan pasangannya.
2.
Penyebab seseorang
menjadi Single Parent, diantaranya:
a.
Tinggal terpisah karena
pasangannya bekerja/belajar di kota/negara lain.
Single
parent yang terpisah dengan pasangan karena bekerja/belajar di kota/negara
lain, memiliki beberapa masalah, seperti : merasa kesepian, tidak terpenuhinya
kebutuhan seks sementara secara de jure ia seharusnya bisa mendapatkan
pemenuhan kebutuhan seks dari pasangannya. Saat pasanganya berada jauh darinya,
ia juga merasa berat membesarkan anak sendiri
b.
Kematian pasangan
Seseorang
yang menjadi single parent karena kematian juga mengalami masalah yang berat.
Kematian pasangan yang mendadak membuat ia tidak siap menerima kenyataan.
Namun jika mendapatkan pelayanan pendampingan /konseling yang tepat, ia dapat
melalui masa-masa gelapnya. Idealnya, ia harus mendapatkan konseling kedukaan
yang tepat sehingga kedukaannya tidak berlarut-larut (tidak lebih dari 6
bulan). Kedukaan yang berlarut-larut memperlambat pemulihan hati anak-anaknya.
Selain itu, beberapa single parent yang ditinggal mati pasangannya mengalami
masalah keuangan dan merasa kesepian.
c.
Perceraian
Dibandingkan
dengan kedua jenis single parent di atas, single parent yang berpisah dengan
pasangannya karena perceraian, memiliki masalah yang lebih serius lagi.
Setidaknya saya mencatat ada 6 masalah besar, yaitu :
1)
Masalah emosional
2)
Masalah hukum (hak
asuh, dll)
3)
Menjalin hubungan baik
dengan mantan suami/istri
4)
Menghadapi anak
5)
Masalah dengan
lingkungan
6)
Masalah keuangan
3.
Masalah Single Parent
Pasca Cerai Dengan Anak-anaknya :
a.
Single parent yang
belum mengampuni dan masih membenci mantan suami/istrinya akan mempengaruhi
perkembangan jiwa anak-anaknya.
b.
Single parent
seringkali tidak menyadari bahwa ia bukan “super man/super women”
sehingga di depan anak-anaknya ia berusaha menunjukkan dirinya perkasa dan
dapat menyelesaikan segala sesuatu tanpa orang lain. Ia tidak melihat bahwa
anak-anaknya memerlukan tokoh pengganti ibu/ayah.
c.
Single parent pasca
perceraian juga mengalami masalah dengan mantan pasangannya. Karena pengalaman
pahitnya, seorang single parent sering tidak menyadari bahwa sejelek apapun
mantan suami/istri-nya, ia tetap ayah/ibu dari anak-anaknya. Sebelum single
parent mengampuni mantan pasangannya, ia cenderung ingin balas dendam.
Beberapa single parent bahkan melakukan usaha balas dendam balas dendam
kepada mantan pasangannya, dengan memanfaatkan anak-anaknya.
Sebagian besar kasus single parent
di Indonesia disebabkan oleh perceraian. Hal-hal yang dibutuhkan seorang single
parent saat menghadapi situasi yang sulit pasca perceraiannya antara lain:
·
Single parent perlu
menjalani konseling pribadi untuk membagi beban/pergumulannya.
·
Jika diperlukan, single
parent juga bisa menjalani terapi untuk recovery dari trauma-traumanya. Untuk
mencapai pemulihan, seorang single parent mau tidak mau harus mengampuni diri
sendiri. Selanjutnya single parent juga harus mengampuni mantan pasangaannya.
Kalau seorang single parent merasa disakiti oleh pihak ketiga, mertua atau orang
lain di sekitarnya, maka single parent tersebut juga harus mengampuni mereka.
·
Dukungan
sosial/komunitas teman senasib (sesama single parent) juga dibutuhkan untuk
menguatkan hati seorang single parent. Setidaknya, dalam persekutuan dengan
kaum senasib, seorang single parent merasa tidak sendiri. Sesama single parent
tentunya akan lebih mudah mengerti perasaan satu sama lain dan berempati dengan
kawan senasibnya.
·
Mendidik anak
bersama-sama pasangan saja tidak mudah, apa lagi untuk menjadi single parent yang
harus mengasuh dan membesarkan anak seorang diri. Oleh sebab itu, seorang
single parent membutuhkan pengetahuan/ ketrampilan single parenting yang
memadai supaya bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya. Tanpa ketrampilan single
parenting, seorang single parent akan mengalami kesulitan bagaimana menolong
anak-anak untuk keluar dari trauma dan kepahitan hidupnya.
·
Seorang single parent
juga perlu melatih diri untuk bersikap bijaksana terhadap lingkungan.
·
Untuk mengatasi masalah
ekonomi, seorang single parent membutuhkan kesempatan untuk
mengembangkan/memanfaatkan talentanya dalam kegiatan-kegiatan produktif.
Mungkin sementaraa ini ada beberapa orang berpikir untuk memberikan santunan
sosial kepada single parent. Namun kita perlu hati-hati, pemberian bantuan
cuma-cuma atau santunan sosial justru bisa merendahkan martabat dan harga diri
seorang single parent. Bantuan yang berdasarkan rasa kasihan atau iba juga
dapat memanjakan dan “memiskinkan” single parent. Artinya, bantuan
cuma-cuma tidak akan “memerdekakan” seorang single parent.
·
Perceraian dengan
pasangan seringkali merusak harga diri seorang single parent. Bahkan tidak
sedikit single parent yang kehilangan makna hidupnya gara-gara
ditinggalkan/bercerai dengan pasangan. Untuk membantu single parent menemukan
kembali makna hidupnya, seorang single parent bisa dilibatkan dalam
kegiatan-kegiatan sosial atau kerohanian. Namun hal ini baru bisa dilakukan
setelah sang single parent mampu menenangkan anak-anaknya.
E. Perkawinan Usia Tua dan
Muda
1.
Kawin Muda
Di
negara berkembang termasuk Indonesia
kawin muda pada wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun).
Hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia tertentu
dianggap tidak laku. Ada
juga karena faktor kemiskinan, orang tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar
lepas tanggung jawabnya dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya.
Ini berarti wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di
samping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang
menikah di usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya
akan bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan.
2.
Kawin Tua
F. Wanita di Tempat Kerja
Wanita
bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian yang telah
dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja 3 jam lebih lama. Akibatnya
wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan
kronis, stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu.
G. Incest
1.
Pengertian
Hubungan sedarah
(Inggris : Incest) adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang
terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah, misal ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak
laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri.
2.
Jenis-jenis Incest
Incest
terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
a. Incest yang bersifat sukarela (tanpa
paksaan)
Hubungan seksual yang dilakukan terjadi
karena unsur suka sama suka.
b. Incest yang bersifat paksaan
Hubungan seksual dilakukan karena unsur keterpaksaan, misalkan
pada anak perempuan diancam akan dibunuh
oleh ayahnya karena tidak mau melayani nafsu seksual. Incest seperti ini pada
masyarakat lebih dikenal dengan perkosaan incest.
3.
Sejarah Incest
Peristiwa incest telah terjadi sejak dulu kala. Dalam sejarah dicatat raja-raja Mesir
kuno dan putra-putrinya kerap kali melakukan tingkah laku incest dengan motif tertentu, sangat mungkin bertujuan untuk meningkatkan dan kualitas generasi penerusnya. Pasca invasi Alexander the Great, para bangsawan Mesir
banyak yang melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk
mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang
terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya,
Elsione. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan
kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada Mitologi Mesir Kuno
tentang perkawinan Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis. Sedangkan dalam
mitologi Yunani kuno ada kisah Dewa Zeus yang kawin dengan Hera, yang merupakan
kakak kandungnya sendiri.
Di Indonesia sendiri perilaku incest masih ada dalam masyarakat
tertentu, misalnya pada suku Polahi di kabupaten Polahi, Sulawesi.
Perkawinan antar saudara adalah hal wajar dalam masyarakat suku Polahi.
Hubungan sedarah ini dapat kita ketahui dan kenal dalam sebuah
dongeng masyarakat sunda yang sangat terkenal, yakni hubungan seorang ibu
dengan anak kandungnya, Dayang Sumbi dan Sangkuriang.
4.
Penyebab Incest
Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya
incest. Akar dan penyebab tersebut tidak lain adalah karena pengaruh aspek
struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri
individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki (notabene cenderung dianggap
dan menganggap diri lebih berkuasa) akan sangat terguncang, dan menimbulkan
ketidakseimbangan mental-psikologis. Dalam ketidakberdayaan tersebut, tanpa
adanya iman sebagai kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh
dorongan primitif, yakni dorongan seksual ataupun agresivitas. Faktor-faktor struktural tersebut antara lain
adalah:
(1) Konflik
budaya. Perubahan
sosial terjadi begitu cepatnya seiring dengan perkembangan teknologi. Alat-alat komunikasi seperti radio, televisi, VCD, HP, koran, dan
majalah telah masuk ke seluruh pelosok wilayah Indonesia. Seiring dengan itu masuk
pula budaya-budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan
norma-norma setempat. Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks melalui
tayangan televisi maupun tulisan di koran dan majalah. Juga informasi dan
pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Akibatnya, tayangan televisi,
VCD, dan berita di koran atau majalah yang sering menampilkan kegiatan seksual
incest serta tindak kekerasannya, dapat menjadi model bagi mereka yang tidak
bisa mengontrol nafsu birahinya.
(2) Kemiskinan. Meskipun incest dapat terjadi dalam
segala lapisan ekonomi, secara khusus kondisi kemiskinan merupakan suatu rantai
situasi yang sangat potensial menimbulkan incest. Banyak keluarga miskin hanya
memiliki satu petak rumah. Rumah yang ada merupakan satu atau dua kamar dengan
multi fungsi. Tak pelak lagi,
kegiatan seksual terpaksa dilakukan di tempat yang dapat ditonton anggota
keluarga lain. Tempat tidur anak dan orangtuanya sering tidak ada batasnya
lagi. Ayah yang tak mampu menahan nafsu birahinya mudah terangsang melihat anak
perempuannya tidur. Situasi semacam ini memungkinkan untuk terjadinya incest
kala ada kesempatan.
(3) Pengangguran. Kondisi
krisis juga mengakibatkan banyak terjadinya PHK yang berakibat banyak orang
yang menganggur. Dalam situasi suit mencari pekerjaan, sementara keluarga butuh
makan, tidak jarang suami istri banting tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi
istri jarang di rumah (apalagi bila menjadi TKW), membuat sang suami kesepian.
Mencari hiburan di luar rumah pun butuh biaya. Tidak menutup kemungkinan anak
yang sedang dalam kondisi bertumbuh menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi
ayahnya.
Selain
faktor-faktor diatas, Lustig (Sawitri Supardi: 2005) mengemukakan faktor-faktor
lain yaitu:
(1) Keadaan
terjepit, dimana anak perempuan manjadi figur perempuan utama yang mengurus
keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.
(2) Kesulitan
seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya.
(3) Ketidakmampuan
ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah karena kehutuhan untuk
mempertahankan facade kestabilan sifat patriachat-nya.
(4) Ketakutan
akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk
lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali.
(5) Sanksi
yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan
seksual sebagai istri.
(6) Pengawasan dan didikan orangtua yang kurang karena kesibukan orang bekerja mencari nafkah dapat melonggarkan pengawasan oleh orangtua bisa terjadi incest.
(7) Anak remaja yang normal pada saat mereka
remaja dorongan seksualnya begitu tinggi karena pengaruh
tayangan yang membangkitkan
naluri birahi juga ikut berperan
dalam hal ini.
5.
Alasan Anggota Keluarga
Melakukan Incest
(1) Ayah
sebagai pelaku. Kemungkinan pelaku mengalami masa kecil yang kurang
menyenangkan, latar belakang keluarga yang kurang harmonis, bahkan mungkin saja
pelaku merupakan korban penganiayaan seksual di masa kecilnya. Pelaku cenderung
memiliki kepribadian yang tidak matang, pasif, dan cenderung tergantung pada
orang lain. Ia kurang dapat mengendalikan diri/hasratnya, kurang dapat berfikir
secara realistis, cenderung pasif-agresif dalam mengekpresikan emosinya, kurang
memiliki rasa percaya diri. Selain itu, kemungkinan pelaku adalah pengguna
alkohol atau obat-obatan terlarang lainnya.
(2) Ibu
sebagai pelaku. Ibu yang melakukan penganiayaan seksual cenderung memiliki
tingkat kecerdasan yang rendah dan mengalami gangguan emosional. Ibu yang
melakukan incest terhadap anak laki-lakinya cenderung didorong oleh keinginan
adanya figur ‘pria lain’ dalam kehidupannya, karena kehadiran suami secara
fisik maupun emosinal dirasakan kurang sehingga ia berharap anak laki-lakinya
dapat memenuhi keinginan yang tidak didapatkan dari suaminya. Kasus ini jarang
didapati, terutama karena secara naluriah wanita cenderung memiliki sifat
mengasuh dan ‘melindungi’ anak.
(3) Saudara
kandung sebagai pelaku. Kakak korban yang melakukan penganiayaan seksual
biasanya menirukan perilaku orang tuanya atau memiliki keinginan
mendominasi/menghukum adiknya. Selain itu, penganiayaan seksual mungkin pula
dilakukan oleh orang tua angkat/tiri, atau orang lain yang tinggal serumah
dengan korban, misalnya saudara angkat.
6.
Akibat Incest
Ada beberapa akibat dari perilaku incest
ini, khususnya yang terjadi karena paksaan. Diantaranya adalah:
(1) Gangguan psikologis. Gangguan
psikologis akibat dan kekerasan seksual atau trauma post sexual abuse,
antara lain : tidak mampu mempercayai orang lain, takut atau khawatir dalam
berhubungan seksual, depresi, ingin bunuh diri dan perilaku merusak diri
sendiri yang lain, harga diri yang rendah, merasa berdosa, marah, menyendiri
dan tidak mau bergaul dengan orang lain, dan makan tidak teratur.
(2) Secara medis menunjukan bahwa
anak hasil dari hubungan incest berpotensi besar untuk mengalami kecatatan baik
fisik ataupun mental.
(3) Akibat lain yang cukup meresahkan korban
adalah mereka sering disalahkan dan mendapat stigma (label) yang buruk. Padahal, kejadian yang mereka alami bukan karena kehendaknya. Mereka
adalah korban kekerasan seksual. Orang yang semestinya disalahkan adalah pelaku
kejahatan seksual tersebut.
(4) Berbagai studi memperlihatkan, hingga dewasa, anak-anak
korban kekerasan seksual seperti incest biasanya akan memiliki self-esteem
(rasa harga diri) rendah, depresi, memendam perasaan bersalah, sulit
mempercayai orang lain, kesepian, sulit menjaga membangun hubungan dengan orang
lain, dan tidak memiliki minat terhadap seks.
(5) Studi-studi lain bahkan menunjukkan bahwa anak-anak
tersebut akhirnya ketika dewasa juga terjerumus ke dalam penggunaan alkohol dan
obat terlarang, pelacuran, dan memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan
seksual kepada anak-anak.
Upaya
Mengatasi Incest
Untuk menghindari terjadinya incest yang
baik disertai atapun tidak disertai kekerasan seksual, perlu dilakukan tindakan
sebagai berikut:
(1) Memperkuat
keimanan dengan menjalankan ajaran agama secara benar. Bukan hanya mengutamakan
ritual, tetapi terutama menghayati nilai-nilai yang diajarkan sehingga menjadi
bagian integral dari diri sendiri. Hal ini dapat dicapai dengan penghayatan
akan Tuhan sebagai pribadi, sehingga relasi dengan Tuhan bersifat “mempribadi”,
bukan sekadar utopia yang absurd.
(2) Memperkuat
rasa empati, sehingga lebih sensitif terhadap penderitaan orang lain, sekaligus
tidak sampai hati membuat orang lain sebagai korban.
(3) Mengisi
waktu luang dengan kegiatan kreatif-positif.
(4) Menjauhkan
diri dan keluarga dari hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat.
(5) Memberikan
pengawasan dan bimbingan terhadap anggota keluarga, sehingga dapat terkontrol.
(6) Memberikan
pendidikan seks sejak dini, sesuai dengan usia anak.
H. Homeless
1.
Pengertian
Tuna wisma
adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap. Berdasarkan berbagai
alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan,
pinggir sungai, stasiun atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan
menjalankan kehidupan sehari-hari.
Gelandangan adalah istilah dengan konotasi negatif yang ditujukan kepada orang-orang
yang mengalami keadaan tuna wisma.
Sebagai
pembatas wilayah dan milik pribadi, tuna wisma sering menggunakan lembaran kardus,
lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik, selimut, kereta dorong pasar
swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan negara tuna wisma
berada.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sering
kali hidup dari belas kasihan orang lain atau sebagai pemulung.
2.
Jenis-jenis tuna wisma
a. Tuna wisma absolut
Mereka yang benar-benar tidak memiliki rumah dan
menjadi penghuni kolong jembatan, emperan gedung, dan sebagainya.
b. Tuna wisma relatif
Mereka yang tidak mampu
membeli rumah atau membangun rumah, tapi masih bisa menyewa (kontrak).
3.
Penyebab adanya tuna wisma
a) Faktor ekonomi
Kemiskinan merupakan alasan utama seseorang atau kelompok
menjadi tuna wisma. Pendidikan yang sulit dijangkau menyebabkan seseorang tidak dapat bekerja
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang makin hari harga-harga kebutuhan
semakin melambung. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit apalagi
untuk memabangun rumah.
b) Faktor pendidikan
Seperti telah dibahas di atas, sangat jelas korelasi antara
faktor ekonomi dan pendidikan. Semakin rendah tingkat pendidikan semakin sulit mencari
pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini berpotensi dan mengarah pada
kemisikinan.
c) Faktor budaya
Tidak semua tuna wisma itu tidak memiliki rumah. Di
negara-negara maju, ada orang yang memutuskan menjadi tuna wisma bukan karena
kemisikinan atau tidak memiliki uang, tetapi ingin bebas dari keluarga atau
tanggung jawab.
4.
Bagaimana cara menanggulangi tuna wisma
·
Dengan pemberantasan kemiskinan.
·
Terciptanya lapangan kerja yang memadai.
·
Menyediakan sarana pemukiman dan perumahan yang layak dan
memadai bagi masyarakat, tanpa harus menjauhkan dari sumber penghidupan
sehari-hari.
·
Komunikasi yang baik, saling menghargai, menghormati dan
menyayangi antar anggota keluarga.
·
Pemberian subsidi bagi masyarakat miskin.
I.
Wanita
di Pusat Rehabilitasi
1.
Pengertian
“Rehabilitasi”
adalah suatu metode untuk sembuh dari semua jenis cedera, penyakit, atau
penyakit itu ke Negara biasa dimana seseoarang merasa sehat dan kuat.
“Pusat rehabilitasi” adalah tempat yang menyediakan
layanan rehabilitasi dan membantu orang sembuh dari peny akit itu atau mereka itu. Pusat ini dapt mencakup klinik, rumah sakit,perwatan rumah
pribadi atau beberapa pusat.
J.
Pekerja
Seks Komersial
1.
Pengertian PSK
“Pekerja Seks adalah”
setiap orang yang memperjualbelikan seks dengan uang atau dengan bermacam-macam
jenis keuntungan. Banyak orang yang mempunyai pikiran bahwa pekerja seks adalah
wanita yang berpakaian minim, yang merayu pria, dan bekerja di tempat-tempat
pelacuran atau menjajakan diri di jalanan. Tetapi wanita-wanita yang menjual
seks adalah kelompok yang sangat beragam. Pekerja seks dapat berupa gadismuda
atau wanita yang mempunyai 6 anak dirumah. Dia bisa bekerja di tempat-tempat
pelacuran, dibar, di jalan-jalan dengan dikawal oleh seorang perantara.
Istilah
“PEKERJA SEKS” lebih menitiberatkan pada kenyataan bahwa pekerja seks,
seperti wanita lain, juga bekerja untuk mempertahankan hidup. Karena alas an
yang sama maka kita memilih istilah “klien” atau “customer atau pelanggan” bagi
pria yang membeli seks.
Terdapat
kelompok wanita yang tidak mau disebut sebagai pekerja seks tetapi terkadang
mereka memperjualbelikan seks untuk mendapatkan keuntungan lain, seperti ;
pekerjaan atau tempat tinggal.
Banyak
orang berpendapat bahwa wanita menjadi pekerja seks karena mereka termasuk
wanita yang tidak bermoral untuk mencari pekerjaan. Tetapi sebagian besar, wanita pekerja seks melakukannya karena
mereka memerlukan uang untuk membeli makanan, tempat tinggal, dan untuk
menghidupi anak-anak dan keluarga, untuk membayar hutang, atau untuk membeli
obat-obatan.
Kebutuhan yang sangat mendesak ini dering terjadi pada saat wanita
kehilangan kendali atas kehidupannya, contoh ; bapaknya meninggal atau
suami atau keluarga meninggalkannya. Atau wanita itu korban perkosaan atau
hamil diluar nikah dan mengetahui bahwa tidak ada seorangpun yang mau
mengawininya. Jika wanita itu tidak mempunyai pekerjaan tetap atau keterampilan
untuk mendapatkan penghasilan sendiri, maka wanita itu akan menjual apa yang
dia punya, tubuhnya uantuk menjaga kelangsungan hidupnya.
2.
Penyebab
Banyak
hal menyebabkan seorang perempuan bekerja menjadi PSK. Diantaranya adalah:
a.
Akibat kegagalan dalam
perkawinan
b.
Karena tekanan ekonomi
c.
Pendidikan yang rendah
d.
Penipuan
e.
Tidak mempunyai skill
Meskipun bekerja sebagai PSK dianggap melanggar norma dan moralitas,
namun sebagai individu mereka tidak dapat terlepas dari lingkungan sosialnya.
Untuk itu diperlukan adanya
proses penyesuaian diri. dalam interaksinya mereka berusaha menutupi pekerjaan
sebagai PSK, terutama di lingkungan keluarga dan tempat tinggal, untuk
menghindari keterasingan dari lingkungan tersebut. Penyesuaian diri yang
dilakukan bersifat pasif, mereka menyesuaikan diri dengan bersikap dan
bertingkah laku layaknya individu lain di lingkungan tersebut.
3.
Masalah Kesehatan PSK
Karena
pekerjaanya, pekerja seks mempunyai resiko tinggi untuk terkena penularan
infeksi PMS dan HIV/AIDS dibandingkan wanita lain.
Resiko lebih meningkat karena pekerja seks
berpenghasilan kecil dan dia harus melayani lebih banyak pelanggan lagi setiap
harinya. Dia mungkin ingin menggunakan perlindungan, tetapi pria yang merasa
membayarnya akan merasa keberatan. Mereka akan menuntut seks di vagina atau
anus tetapi menolak menggunakan kondom. Mereka mungkin akan cenderung bertindak
kekerasan bila wanita tersebut menolak untuk melayani hubungan tanpa
perlindungan.
Bila
wanita pekerja seks juga kecanduan obat-obatan terlarang, kebutuhan akan
obat-obtan akan membuat wanita tersebut bersedia melayani hubungan tanpa perlindungan
karena didesak kebutuhan uang atau obat-obatn, dan lebih kecil kemungkinan
untuk bisa melindungi diri sendiri.
Setiap
pada setiap wanita, bila pekerja seks tertular PMS, maka bisa mengakibatkan
kemandulan atau kanker cervix. Infeksi dengan PMS seperti ; syphilis,
gonorrhea, herpes atau Chlamydia akan
meningkatkan resiko tertular HIV/AIDS. Resiko akan lebih besar lagi pada
gadis-gadis muda usia. Karena alat genetalia mereka belum matang, mereka akan
mudah rusak, luka selama hubungan seksual.
Banyak
pekerja seks yang tidak mengetahui atau mendapatkan informasi yang cukup
tentang PMS, atau tentang bagaimana cara pencegahannya. Informasi dan pelayanan
kesehatan sering tidak tersedia bagi pekerja seks karena karena sebagian besar
orang mempunyai anggapan yang buruk terhadap mereka.bila pekerja seks pergi ke
puskesmas untuk meminta pertolongan, mereka mungkin akan menerima perlakuan
kasar atau bahkan ditolak tidak mendapatkan pelayanan kesehatan
K. Drug Abuse
1. Pengertian Drug Abuse
Drug
Abuse adalah penyalahgunaan obat-obatan terlarang, misalnya penggunaan
narkotika. Narkotika berasal dari bahasa Yunani, Narkoun yang berarti
membuat lumpuh atau mati rasa.
Menurut Undang-undang R.I No.22/ 1997 ditetapkan sebagai
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik buatan maupun
semi buatan yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
mengurangi atau menghilangkan nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan atau
kecanduan.
2.
Latar
belakang seseorang menggunakan
narkotika, ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhinya:
a.
Faktor
individu
Seperti
kurang percaya diri, kurang tekun dan
cepat merasa bosan, cemas atau persepsi hidup yang tidak realistis. Juga
kadang-kadang dipakai sebagai simbol keperkasaan atau kemoderenan disamping
penghayatan kehidupan beragama sangat kurang.
b.
Faktor
lingkungan
Seperti
mudah diperolehnya narkoba, hubungan antara keluarga tidak efektif dan harmonis
disertai kondisi sekolah yang tidak tertib dan berteman dengan pengguna
narkotika.
Seseorang
dapat mengalami ketergantungan bila memakai narkotika dan dapat berupa
ketergantungan fisik dan psikis ketergantungan fisik. Ditimbulkan akibat
adaptasi susunan saraf tubuh (neurobiologis).
3. Konsep pembinaan terapi dan rehabilitasi
a)
Terapi medis
b)
Rehabilitasi social
c)
Rehabilitasi mental
d)
Terapi agama
4. Penanggulangan Drug Abuse
a) Menyediakan informasi dan materi KIE.
b) Mendidik peer educator serta melakukan kegiatan peer
education secepatnya untuk memberikan informasi yang benar tentang kesehatan
reproduksi pada para remaja.
c) Meningkatkan peranan guru dan orang tua sebagai
sumber informasi tentang kesehatan reproduksi.
d) Menjalin kerjasama dengan stasiun televisi untuk
membuat paket acara yang berisi informasi tentang kesehatan reproduksi remaja.
e) Menjalin kerjasama dengan majalah lokal dan stasiun
radio lokal yang paling populer untuk menyebarkan informasi tentang masalah
kesehatan reproduksi remaja.
f) Perlu segera meningkatkan pengenalan guna memperluas
jaringan pelayanan Pusat Pelayanan Remaja (PPR).
g) Mendirikan lokasi pusat pelayanan remaja dilokasi
yang strategis dan mudah dijangkau.
h) Melengkapi Pusat Pelayanan Remaja.
i)
Menjalin kerjasama dengan rumah sakit agar dapat memberikan rujukan
bagi remaja.
L.
Pendidikan
Tujuan utama pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa, menciptakan pribadi-pribadi berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia,
serta membangun generasi mendatang dengan seperangkat intelektualitas,
moralitas dan spiritualitas yang memadai.
Pendidikan, seperti diungkapkan para pakar,
sejatinya merupakan sarana pembentukkan manusia sempurna yang mengedepankan
penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran dan keadilan.
M.
Upah
a.
Pengertian Upah
Upah adalah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dan
pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan
akan dilakukan berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi
kemanusiaan dan produksi. Upah dinilai atau dinyatakan dalam bentuk uang yang
ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan serta
dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima
kerja.
b.
Faktor penentu tingkat
upah yaitu :
1.
Faktor internal. Meliputi jam kerja dan lamanya bekerja.
2.
Faktor ekstemal. Meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan.
Menurut analisis gender, perbedaan
tingkat upah antara pria dan wanita disebabkan oleh peran ganda itu sendiri
yang menimbulkan masalah ketidakadilan dari peran dan perbedaan gender
tersebut. Berbagai manivestasi ketidakadilan yang ditimbulkan dengan adanya
asumsi gender, seperti :
1.)
Terjadinya marganalisasi ( pemikiran ekonomi terhadap kaum wanita) meskipun
tidak setiap marginalisasi disebabkan oleh kertidakadilan gender namun
yang dipersoalkan oleh analisis gender adalah marganalisasi yang disebabkan
oleh perbedaan gender.
2)
terjadinya subordinasi pada salah satu jenis seks yang umumnya pada kaum
wanita. Bentuk dan mekanisme dari proses subordinasi tersebut dari waktu ke
waktu berbeda. Seperti anggapan bahwa wanita hanya mengandalkan ketrampilan
alami (sifat alamiah wanita : kepatuhan, kesetiaan, ketelitian dan ketekunan
serta tangan yang terampil, menyebabkan perempunn dilihat sebagai
c.
Diskriminasi Upah dan Diskriminasi Pekerjaan
Ada dua situasi yang memang terkait, tetapi bisa
dibedakan satu dengan yang lainnya, yakni diskriminasi upah dan
diskriminasi pekerjaan.
-
Diskriminasi
upah merupakan pembedaan upah buruh pada pekerjaan, kualifikasi, jam kerja,
kinerja, serta kondisi lain yang semuanya sama.
-
Diskriminasi
pekerjaan tidak mengenal pembedaan upah antara laki-laki dan perempuan untuk
pekerjaan sama, tetapi membatasi akses perempuan pada pekerjaan terentu lebih
spesifik lagi, perempuan hanya diberi akses untuk pekerjaan marjinal yang
upahnya lebih rendah.
d.
Ada
beberapa
alasan perusahaan melakukan diskriminasi pekerjaan, yaitu:
1.
Prasangka
pekerjaan tertentu bisa dilakukan laki-laki atau perempuan hanya laki-laki yang
lakukan kerja tertentu. (dapat dilihat di lowongan pekerjaan media massa)
2.
Peraturan
tentang hak pekerjaan perempuan, sehingga menganggap pekerjaan perempuan
dianggap ”merugikan” perusahaan.
Contoh; aturan tentang cuti, khususnya cuti haid dan cuti
melahirkan. Di satu sisi, peraturan ini positif, karena sangat melindungi
pekerja perempuan terkait dengan fungsi reproduksinya.
Pada tingkat pendidikan, jam kerja, umur dan daerah yang
sama, secara statistik terbukti buruh perempuan menerima upah lebih rendah
daripada laki-laki. Di Indonesia saat ini jenis diskriminasi (upah dan
pekerjaan sekaligus bagi buruh perempuan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar