Jumat, 27 Januari 2012

Dimensi Sosial Wanita





A.    Kekerasan
1.      Pengertian
Kekerasan/penganiayaan merupakan suatu fenomena yang kompleks, dan oleh karena itu tidak bisa dilihat dari kacamata tunggal semata. Kekerasan yang dialami perempuan dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran dalam Rumah Tangga. Tindak kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) atau dengan alat-alat lainnya.
Tindak kekerasan non-fisik adalah tindakan yang bertujuan merendahkan citra atau kepercayaan diri seorang perempuan, baik melalui kata-kata maupun melalui perbuatan yang tidak disukai/dikehendaki korbannya.
Tindak kekerasan psikologis/jiwa adalah tindakan yang bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban. Secara kejiwaan, korban menjadi tidak berani mengungkapkan pendapat, menjadi penurut, menjadi selalu bergantung pada suami atau orang lain dalam segala hal (termasuk keuangan). Akibatnya korban menjadi sasaran dan selalu dalam keadaan tertekan atau bahkan takut.
Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan jender. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. “Hak istimewa” yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang” milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
2.      Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk :
      kekerasan sembarang, mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan
      kekerasan yang terkoordinir, dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak, seperti yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.
3.       Beberapa alasan pria menganiaya wanita :
      Tindakan kekerasan bisa mencapai tujuan
-       Kekerasan memberikan jalan bagi penyelesaian dengan cepat ketidak-akuran tanpa harus membicarakan masalah yang sebenarnya
-       Pria merasa ‘hidup’ bila harus berkelahi dan tenaga menjadi berlebihan sesudahnya
-       Pria merasa ‘menang’ dan mendapatkanapa yang dia inginkan
      Pria mempunyai pandangan yang salah tentang apa arti menjadi seorang laki-laki
-       Pria merasa sebagai laki-laki harus bisa mengndalikan kehidupan wanita, maka dia merasa sudah biasa menganiaya wanita.
-       Pria merasa mempunyai ‘hak’ untuk hal-hal tertentu
      Pria merasa bahwa wanita memang kepunyaan pria (kebutuhan)
-       Bila wanita kuat, pria akan merasa takut kehilangan. Sehingga pria akan membuat wanita menjadi bergantung padanya
      Pria tidak tahu cara lain
-       Biasanya pria dibesarkan dari keluarga yang selalu mengandalkan kekerasan sehingga dia tidak pernah belajar cara lain untuk bersikap.
4.      Faktor-faktor terjadinya kekerasan :
a.       Kemiskinan
b.      Kurangnya pengetahuan/pendidikan
c.       Hubungan pribadi
5.      Rencana tindakan keselamatan :
      Keselamatan sebelum kekerasan terjadi lagi
-       Katakana pada orang terdekat tentang adanya kekerasan dan minta bantuannya bila mendengar adanya kekerasan.
-       Pikirkan suatu kata sandi sebagai tanda bagi anak/tetangga untuk mencari bantuan.
      Keselamatan selama terjadi kekerasan
-       Bila terjadi kekerasan, cobalah membuat kejadian tersebut aman, jauh dari alat-alat yang bisa melukai
-       Gunakan cara penilaian yang baik sampai pria menjadi tenang
-       Pikirkan cara untuk menyelamatkan diri
      Keselamatan bagi wanita yang bersiap untuk pergi
-       Letakkan uang dan barang-barang yang diperlukan untuk pergi dari rumah di tempat yang aman
-       Siapkan dokumen, seperti KTP, catatan kesehatan, sekolah anak-anak, dan siapkan pada tempat yang aman atau berikan pada teman yang dipercaya.
6.      Usaha yang dilakukan menuju perbaikan :
      Membicarakan masalah yang terjadi (kekerasan)
      Sanksi hukum kekerasan
Di Indonesia, pelaku penganiayaan/kekerasan di ancam hukuman denda atau penjara antara 8 bulan sampai 15 tahun. Bila korban adalah anggota keluarga terdekat, maka ancaman bisa ditambah 1/3 dari pasal penganiayaan yang bersangkutan.
      Mendirikan pelayanan untuk membantu wanita yang telah memutuskan untuk pergi
ü  Mendirikan ‘rumah’ atau pengungsian bagi para korban kekerasan.
ü  Membantu wanita untuk belajar tentang hak-hak mereka dan belajar keterampilan.
      Gunakan tekanan sosial
      Dorong tokoh-tokoh masyarakat untuk menentang kekerasan.
      Bagi petugas kesehatan;
     Mencari tanda-tanda kekerasan yang terjadi pada korban.
     Mencatat hasil temuan dengan mengambar sketsa muka dan belakang tubuh korban dan memberi tanda-tanda pada tempat luka.
Perempuan berhak memperoleh perlindungan hak asasi manusia. Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa pelanggaran hak-hak berikut:
1)      Hak atas kehidupan
2)      Hak atas persamaan
3)      Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi
4)      Hak atas perlindungan yang sama di muka umum
5)      Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaik-baiknya
6)      Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik
7)      Hak untuk pendidikan lanjut
8)      Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan atau penyiksaan secara tidak manusiawi yang sewenang-wenang.
B.     Perkosaan
1.      Pengertian
Perkosaan adalah hubungan seksual yang terjadi tanpa diinginkan oleh korban. Seorang laki-laki menaruh penis, jari atau benda apapun ke dalam vagina, anus, atau mulut perempuan tanpa sekehendak perempuan.
Perkosaan adalah penganiayaan seksual, sama sekali bukan karena kesalahan wanita dan merupakan tindakan kekerasan dengan menggunakan seks sebagai alat kekerasan. Pada dasarnya kekerasan lebih identik dengan pelecehan, pengambilan hak/ sesuatu milik seseorang secara paksa
2.      Jenis Perkosaan
a.       Perkosaan oleh orang yang dikenal :
1)      Teman
2)      Tetangga
3)      Pacar
4)      Suami
5)      Anggota keluarga (bapak, paman, saudara)
b.      Perkosaan oleh orang yang tak dikenal :
 Biasanya disertai dengan;
1)      tindak kejahatan seperti perampokan, pencurian, penganiayaan, atau pembunuhan
2)      Di penjara
3)      Peperangan

3.      Dampak Perkosaan
a.       Dampak emosional
Secara emosional, korban perkosaan bisa mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan intim dengan lawan jenis, dan kehamilan yang tidak diinginkan.
b.      Dampak fisik kepada korbannya.
Secara fisik, korban mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina, berisiko tertular PMS, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, dan lainnya

4.      Faktor Yang Memperngaruhi
Beberapa orang mengira pemaksaan kehendak seksual adalah suatu bentuk perkosaan hanya bila pria sampai memukuli seorang wanita atau meninggalkannya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Walau wanita tersebut telah berusaha  untuk melarikan diri dan mengambil resiko terbunuh, atau tidak melawan pun perkosaan akan tetap terjadi.
Faktor-faktor terjadinya perkosaan :
Perkosaan dapat terjadi pada semua perempuan dari segala lapisan masyarakat tanpa memperdulikan umur, profesi, status perkawinan, penampilan, atau cara berpakaian, hubungan pribadi

5.      Resiko pada wanita yang diperkosa :
a.       Cacat, bila dia berada di kursi roda, buta, tuli atau lambat mental
b.      Pengungsi, imigran, atau orang yang tidak punya tempat tinggal/hidup dalam alam peperangan
c.       Hidup di jalan-jalan/tanpa rumah tinggal tetap
d.      Pernah ditahan/dipenjara
e.       Korban tindakan kekerasan oleh suami/pacarnya

6.      Masalah kesehatan pada perkosaan :
a.       Kehamilan
Bisa dicegah bila melakukannya segera dan menggunakan cara KB darurat
b.      Penyakit menular seksual (PMS)
PMS bisa lebih mudah ditularkan melalui kekerasan sekssual. Bila terinfeksi maka harus diberi obat pencegah infeksi
c.       Luka robek dan luka sayat
Kadang-kadang perkosaan merusak alat genitalia menimbulkan sayat dan robek sehingga menimbulkan rasa sakit. Untuk itu, rendamlah alat genetalia dengan air hangat yang telah dicampur daun sirih atau oleskan dengan lidah buaya ditempat robekan.

7.      Cara menghindari perkosaan :
a.       Berada di tempat kerja bersama teman-teman kerja
b.      Tidak memasukkan orang yan g menakutkan ke dalam rumah
c.       Tidak berjalan sendirian
d.      Bila merasa diikuti orang, cobalah berjalan ke arah yang berbeda/pergi ke orang lain/ke suatu rumah/toko
e.       Bawa alat yang nyaring
f.       Bila diserang, teriaklah sekuat mungkin/gunakan peluit (bila ada)
g.      Belajar percaya diri pada perasaan/insting
h.      Pada anak, ajari kemungkinan seseoranng akan menyentuh secara seksual dan bagaimana membedakan antara sentuhan penuh kasih sayang dan yang mengarah seksual

8.      Hal-hal yang perlu dilakukan bila mengalami perkosaan :
Perempuan yang menjadi korban perkosaan sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut:
a.       Bila terdapat beberapa orang mencoba memperkosa/bila bersenjata, jangan melawan secara fisik.
b.      Jangan mandi atau membersihkan kelamin sehingga sperma, serpihan kulit ataupun rambut pelaku tidak hilang untuk dijadikan bukti.
c.       Kumpulkan semua benda yang dapat dijadikan barang bukti, misalnya: perhiasan dan pakaian yang melekat di tubuh korban atau barang-barang milik pelaku yang tertinggal. Masukkan barang bukti ke dalam kantong kertas atau kantong plastik.
d.      Segera lapor ke polisi terdekat dengan membawa bukti-bukti tersebut, dan sebaiknya dengan keluarga atau teman.
e.       Segera hubungi fasilitas kesehatan terdekat (dokter, puskesmas, rumah sakit) untuk mendapatkan surat keterangan yang menyatakan adanya tanda-tanda persetubuhan secara paksa (visum).
f.       Meyakinkan korban perkosaan bahwa dirinya bukan orang yang bersalah, tetapi pelaku yang bersalah.
9.      Usaha menuju perbaikan
a.       Bagi petugas kesehatan :
1.      Bersikap baik dan penuh pengertian
2.      Rawat gangguan kesehatannyn kesehatan jiwaa
3.      Menulis semua hasil pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi
4.      Rawat kebutuhan kesehatan jiwa
5.      Membantu membuat keputusan
6.      Membantu memberitahu orangtua dan keluarga
b.      Membangun masyarakat untuk bekerja sama :
1.      Membatasi prilaku seseorang
2.      Kesempatan yang sama bagi setiap orang anggota masyarakat
3.      Kesempatan bagi pria-wanita untuk membicarakan terbuka dan jujur tentang apa yang diharapkan dari suatu hubungan seksual.
c.       Mendidik tokoh masyarakat, pemimpin agama,guru tentang perkosaan
d.      Melatih wanita dan gadis-gadis cara bela diri

C.    Pelecehan Seksual
1.      Pengertian
Secara umum yang dimaksud dengan pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut.
Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, yakni meliputi: main mata, siulan nakal, komentar berkonotasi seks atau gender, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual hingga perkosaan.
Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, dsb baik siang maupun malam.
Hampir semua korban pelecehan seksual adalah perempuan tidak memandang status sosial ekonomi, usia, ras, pendidikan, penampilan fisik, agama, dsb.  Korban pelecehan akan merasa malu, marah, terhina, tersinggung, benci kepada pelaku, dendam pada pelaku, shock, trauma berat, kerusakan organ fisik, dll.
2.      Faktor penyebab
a.      Penayangan tulisan atau tontonan pada media massa.
Media masa sebagai sumber rujukan orang modern, yang saat ini kita sebagai mahluk yang haus informasi selalu merujuk media massa sebagai bahan bacaan, Tidak jarang media massa menampilkan unsure pornografi, tidak hanya terbatas hanya pada materi yang menggambarkan hubungan seks media massa kerap merujuk pada segenap bentuk materi yang terkait dengan seks (baik berupa cerita, Tulisan, gambar, Atau tayangan) dan bertujuan merangsang birahi penonton atau pembacanya, yang menyebabkan dorongan birahi kepada semua orang yang membaca atau menontonya. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah dampak bacaan atau tontonan pornografi pada masyarakat umum khusunya kaum pria, yang bias berakibat kan terjadinya Pelecehan seksual meningkat pelecehan seksual pada orang lain.
b.      Cara wanita berpakaian.
Keadaan wanita saat ini yang cenderung berpakaian sangat minim, mungkin juga salah satu penyebab pelecehan seksual yang terjadi. Bagaimanapun laki-laki adalah manusia yang mempunyai unsur hawa nafsu, bila melihat wanita dengan pakaian minim hal itu dapat memacu terjadinya pelecehan seksual.
c.       Adanya kesempatan
Contohnya kejahatan pelecehan seksual marak terjadi diangkutan umum, hal ini terjadi saat angkutan umum penuh, maka laki-laki melakukan penggesekan kemaluan pada wanita,atau melakukan perabaan secara sembunyi atau pura pura kepada bagian tubuh wanita (Seperti payudara, Bokong, dan lainya),
d.     Kekuasaan
Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban.  Kekuasaan dapat berupa posisi pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis kelamin yang satu terhadap jenis kelamin yang lain, jumlah personal yang lebih banyak, dsb.
3.      Ciri utama yang membedakan tindakan "suka sama suka" dengan apa yang disebut sebagai pelecehan seksual di tempat kerja adalah:
a)      Tidak dikehendaki oleh individu yang menjadi sasaran,
b)      Seringkali dilakukan dengan disertai janji, iming-iming atau pun ancaman,
c)      Tanggapan (menolak atau menerima) terhadap tindakan sepihak tersebut dijadikan pertimbangan dalam penentuan karir atau pekerjaan,
d)     Dampak dari tindakan sepihak tersebut menimbulkan berbagai gejolak psikologis, diantaranya: malu, marah, benci, dendam, hilangnya rasa aman dan nyaman dalam bekerja, dsb.
4.      Beberapa tips untuk menghindari pelecehan seksual,
a)       Selalu bersikap waspada
b)       Hindari berjalan di tempat gelap dan sunyi,
c)       berpakaian sewajarnya,
d)      sediakan selalu senjata di dalam tas, seperti misalnya korek api, deodorant semprot, dan sebagainya;
e)       jika pergi ke suatu tempat asing, bawa alamat lengkap, denah dan jalur kendaraan sehingga tidak terlihat bingung.
f)       Bertanya pada tempat-tempat resmi, seperti kantor polisi,
g)       jangan mudah menerima ajakan untuk bepergian atau menginap di tempat yang belum dikenal,
h)       jangan mudah menumpang kendaraan orang yang belum di kenal,
i)        berhati-hati jika diberi minum orang,
j)        pastikan selalu jendela, pintu kamar, rumah, mobil sudah terkunci.
k)  Belajar beladiri praktis untuk mempertahankan diri ketika diserang.
5.      Langkah-langkah yang bisa dilakukan bila mengalami pelecehan seksual adalah:
a)      Membuat catatan tentang kejadian pelecehan seksual yang anda alami.  Catat dengan teliti identitas pelaku, tempat kejadian, waktu, saksi dan yang dilakukan oleh pelaku serta ucapan-ucapan pelaku.
b)      Bicara pada orang lain tentang pelecehan seksual yang anda alami.  Ceritakan kepada teman, atasan, guru atau siapa saja yang anda percayai dan mau mengerti perasaan anda.
c)      Memberi pelajaran kepada pelaku.  Apabila anda sanggup melakukannya katakan kepada pelaku bahwa tindakannya tidak dapat anda terima.  Anda dapat melakukannya dengan ucapan verbal dengan kata-kata, melalui telepon atau surat.  Ajak seorang teman untuk menjadi saksi.
4.   Melaporkan pelecehan seksual tersebut, karena pelecehan seksual melanggar hukum.  Maka, sangat tepat jika pelecehan seksual yang anda alami segera anda laporkan ke polisi.
D.    Single Parent
1.      Pengertian
Single parent adalah orang yang melakukan tugas sebagai orang tua (ayah dan ibu) seorang diri, karena kehilangan/ terpisah dengan pasangannya.
2.      Penyebab seseorang menjadi Single Parent, diantaranya:
a.       Tinggal terpisah karena pasangannya bekerja/belajar di kota/negara lain.
Single parent yang terpisah dengan pasangan karena bekerja/belajar di kota/negara lain, memiliki beberapa masalah, seperti : merasa kesepian, tidak terpenuhinya kebutuhan seks sementara secara de jure ia seharusnya bisa mendapatkan pemenuhan kebutuhan seks dari pasangannya. Saat pasanganya berada jauh darinya, ia juga merasa berat membesarkan anak sendiri
b.      Kematian pasangan
Seseorang yang menjadi single parent karena kematian juga mengalami masalah yang berat. Kematian pasangan yang mendadak  membuat ia tidak siap menerima kenyataan. Namun jika mendapatkan pelayanan pendampingan /konseling yang tepat, ia dapat melalui masa-masa gelapnya. Idealnya, ia harus mendapatkan konseling kedukaan yang tepat sehingga kedukaannya tidak berlarut-larut (tidak lebih dari 6 bulan). Kedukaan yang berlarut-larut memperlambat pemulihan hati anak-anaknya. Selain itu, beberapa single parent yang ditinggal mati pasangannya mengalami masalah keuangan dan merasa kesepian.
c.       Perceraian
Dibandingkan dengan kedua jenis single parent di atas, single parent yang berpisah dengan pasangannya karena perceraian, memiliki masalah yang lebih serius lagi. Setidaknya saya mencatat ada 6 masalah besar, yaitu :
1)      Masalah emosional
2)      Masalah hukum (hak asuh, dll)
3)      Menjalin hubungan baik dengan mantan suami/istri
4)      Menghadapi anak
5)      Masalah dengan lingkungan
6)      Masalah keuangan 
  
3.      Masalah Single Parent Pasca Cerai Dengan Anak-anaknya :
a.       Single parent yang belum mengampuni dan masih membenci mantan suami/istrinya akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak-anaknya.
b.      Single parent seringkali tidak menyadari bahwa ia   bukan “super man/super women” sehingga di depan anak-anaknya ia berusaha menunjukkan dirinya perkasa dan dapat menyelesaikan segala sesuatu tanpa orang lain. Ia tidak melihat bahwa anak-anaknya memerlukan tokoh pengganti ibu/ayah.
c.       Single parent pasca perceraian juga mengalami masalah dengan mantan pasangannya. Karena pengalaman pahitnya, seorang single parent sering tidak menyadari bahwa sejelek apapun mantan suami/istri-nya, ia tetap ayah/ibu dari anak-anaknya. Sebelum single parent mengampuni mantan pasangannya, ia cenderung ingin balas dendam. Beberapa  single parent bahkan melakukan usaha balas dendam balas dendam kepada mantan pasangannya, dengan memanfaatkan anak-anaknya.

Sebagian besar kasus single parent di Indonesia disebabkan oleh perceraian. Hal-hal yang dibutuhkan seorang single parent saat menghadapi situasi yang sulit pasca perceraiannya antara lain:
·         Single parent perlu menjalani konseling pribadi untuk membagi beban/pergumulannya.
·         Jika diperlukan, single parent juga bisa menjalani terapi untuk recovery dari trauma-traumanya. Untuk mencapai pemulihan, seorang single parent mau tidak mau harus mengampuni diri sendiri. Selanjutnya single parent juga harus mengampuni mantan pasangaannya. Kalau seorang single parent merasa disakiti oleh pihak ketiga, mertua atau orang lain di sekitarnya, maka single parent tersebut juga harus mengampuni mereka.
·         Dukungan sosial/komunitas teman senasib (sesama single parent) juga dibutuhkan untuk menguatkan hati seorang single parent. Setidaknya, dalam persekutuan dengan kaum senasib, seorang single parent merasa tidak sendiri. Sesama single parent tentunya akan lebih mudah mengerti perasaan satu sama lain dan berempati dengan kawan senasibnya. 
·         Mendidik anak bersama-sama pasangan saja tidak mudah, apa lagi untuk menjadi single parent yang harus mengasuh dan membesarkan anak seorang diri. Oleh sebab itu, seorang single parent membutuhkan pengetahuan/ ketrampilan single parenting yang memadai supaya bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya. Tanpa ketrampilan single parenting, seorang single parent akan mengalami kesulitan bagaimana menolong anak-anak untuk keluar dari trauma dan kepahitan hidupnya.
·         Seorang single parent juga perlu melatih diri untuk bersikap bijaksana terhadap lingkungan.
·         Untuk mengatasi masalah ekonomi, seorang single parent membutuhkan kesempatan untuk mengembangkan/memanfaatkan talentanya dalam kegiatan-kegiatan produktif. Mungkin sementaraa ini ada beberapa orang berpikir untuk memberikan santunan sosial kepada single parent. Namun kita perlu hati-hati, pemberian bantuan cuma-cuma atau santunan sosial justru bisa merendahkan martabat dan harga diri seorang single parent. Bantuan yang berdasarkan rasa kasihan atau iba juga dapat memanjakan dan “memiskinkan” single parent. Artinya, bantuan cuma-cuma  tidak akan “memerdekakan” seorang single parent.
·         Perceraian dengan pasangan seringkali merusak harga diri seorang single parent. Bahkan tidak sedikit single parent yang kehilangan makna hidupnya gara-gara ditinggalkan/bercerai dengan pasangan. Untuk membantu single parent menemukan kembali makna hidupnya, seorang single parent bisa dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sosial atau kerohanian. Namun hal ini baru bisa dilakukan setelah sang single parent mampu menenangkan anak-anaknya.

E.     Perkawinan Usia Tua dan Muda
1.      Kawin Muda
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini berarti wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di samping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah di usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya akan bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan.
2.      Kawin Tua

F.     Wanita di Tempat Kerja
Wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian yang telah dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja 3 jam lebih lama. Akibatnya wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis, stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu.
G.    Incest
1.      Pengertian
Hubungan sedarah (Inggris : Incest) adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah, misal ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri.
2.      Jenis-jenis Incest
Incest terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
a.       Incest yang bersifat sukarela (tanpa paksaan)
Hubungan seksual yang dilakukan terjadi karena unsur suka sama suka.
b.      Incest yang bersifat paksaan
Hubungan seksual dilakukan karena unsur keterpaksaan, misalkan pada anak perempuan  diancam akan dibunuh oleh ayahnya karena tidak mau melayani nafsu seksual. Incest seperti ini pada masyarakat lebih dikenal dengan perkosaan incest.
3.      Sejarah Incest
Peristiwa incest telah terjadi sejak dulu kala. Dalam sejarah dicatat raja-raja Mesir kuno dan putra-putrinya kerap kali melakukan tingkah laku incest dengan motif tertentu, sangat mungkin bertujuan untuk meningkatkan dan kualitas generasi penerusnya. Pasca invasi Alexander the Great, para bangsawan Mesir banyak yang melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya, Elsione. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada Mitologi Mesir Kuno tentang perkawinan Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis. Sedangkan dalam mitologi Yunani kuno ada kisah Dewa Zeus yang kawin dengan Hera, yang merupakan kakak kandungnya sendiri.
Di Indonesia sendiri perilaku incest masih ada dalam masyarakat tertentu, misalnya pada suku Polahi di kabupaten Polahi, Sulawesi. Perkawinan antar saudara adalah hal wajar dalam masyarakat suku Polahi.
Hubungan sedarah ini dapat kita ketahui dan kenal dalam sebuah dongeng masyarakat sunda yang sangat terkenal, yakni hubungan seorang ibu dengan anak kandungnya, Dayang Sumbi dan Sangkuriang.

4.      Penyebab Incest
Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya incest. Akar dan penyebab tersebut tidak lain adalah karena pengaruh aspek struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki (notabene cenderung dianggap dan menganggap diri lebih berkuasa) akan sangat terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan mental-psikologis. Dalam ketidakberdayaan tersebut, tanpa adanya iman sebagai kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh dorongan primitif, yakni dorongan seksual ataupun agresivitas. Faktor-faktor struktural tersebut antara lain adalah:
(1)  Konflik budaya. Perubahan sosial terjadi begitu cepatnya seiring dengan perkembangan teknologi. Alat-alat komunikasi seperti radio, televisi, VCD, HP, koran, dan majalah telah masuk ke seluruh pelosok wilayah Indonesia. Seiring dengan itu masuk pula budaya-budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan norma-norma setempat. Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks melalui tayangan televisi maupun tulisan di koran dan majalah. Juga informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Akibatnya, tayangan televisi, VCD, dan berita di koran atau majalah yang sering menampilkan kegiatan seksual incest serta tindak kekerasannya, dapat menjadi model bagi mereka yang tidak bisa mengontrol nafsu birahinya.
(2)  Kemiskinan. Meskipun incest dapat terjadi dalam segala lapisan ekonomi, secara khusus kondisi kemiskinan merupakan suatu rantai situasi yang sangat potensial menimbulkan incest. Banyak keluarga miskin hanya memiliki satu petak rumah. Rumah yang ada merupakan satu atau dua kamar dengan multi fungsi. Tak pelak lagi, kegiatan seksual terpaksa dilakukan di tempat yang dapat ditonton anggota keluarga lain. Tempat tidur anak dan orangtuanya sering tidak ada batasnya lagi. Ayah yang tak mampu menahan nafsu birahinya mudah terangsang melihat anak perempuannya tidur. Situasi semacam ini memungkinkan untuk terjadinya incest kala ada kesempatan.
(3)  Pengangguran. Kondisi krisis juga mengakibatkan banyak terjadinya PHK yang berakibat banyak orang yang menganggur. Dalam situasi suit mencari pekerjaan, sementara keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri banting tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi bila menjadi TKW), membuat sang suami kesepian. Mencari hiburan di luar rumah pun butuh biaya. Tidak menutup kemungkinan anak yang sedang dalam kondisi bertumbuh menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi ayahnya.
            Selain faktor-faktor diatas, Lustig (Sawitri Supardi: 2005) mengemukakan faktor-faktor lain yaitu:
(1)  Keadaan terjepit, dimana anak perempuan manjadi figur perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.
(2)  Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya.
(3)  Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah karena kehutuhan untuk mempertahankan facade kestabilan sifat patriachat-nya.
(4)  Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali.
(5)  Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri.
(6) Pengawasan dan didikan orangtua yang kurang karena kesibukan orang bekerja mencari nafkah dapat melonggarkan pengawasan oleh orangtua bisa terjadi incest.
(7)  Anak remaja yang normal pada saat mereka remaja dorongan seksualnya begitu tinggi karena pengaruh tayangan yang membangkitkan naluri birahi juga ikut berperan dalam hal ini.

5.      Alasan Anggota Keluarga Melakukan Incest
(1)  Ayah sebagai pelaku. Kemungkinan pelaku mengalami masa kecil yang kurang menyenangkan, latar belakang keluarga yang kurang harmonis, bahkan mungkin saja pelaku merupakan korban penganiayaan seksual di masa kecilnya. Pelaku cenderung memiliki kepribadian yang tidak matang, pasif, dan cenderung tergantung pada orang lain. Ia kurang dapat mengendalikan diri/hasratnya, kurang dapat berfikir secara realistis, cenderung pasif-agresif dalam mengekpresikan emosinya, kurang memiliki rasa percaya diri. Selain itu, kemungkinan pelaku adalah pengguna alkohol atau obat-obatan terlarang lainnya.
(2) Ibu sebagai pelaku. Ibu yang melakukan penganiayaan seksual cenderung memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan mengalami gangguan emosional. Ibu yang melakukan incest terhadap anak laki-lakinya cenderung didorong oleh keinginan adanya figur ‘pria lain’ dalam kehidupannya, karena kehadiran suami secara fisik maupun emosinal dirasakan kurang sehingga ia berharap anak laki-lakinya dapat memenuhi keinginan yang tidak didapatkan dari suaminya. Kasus ini jarang didapati, terutama karena secara naluriah wanita cenderung memiliki sifat mengasuh dan ‘melindungi’ anak.
(3) Saudara kandung sebagai pelaku. Kakak korban yang melakukan penganiayaan seksual biasanya menirukan perilaku orang tuanya atau memiliki keinginan mendominasi/menghukum adiknya. Selain itu, penganiayaan seksual mungkin pula dilakukan oleh orang tua angkat/tiri, atau orang lain yang tinggal serumah dengan korban, misalnya saudara angkat.
6.      Akibat Incest
Ada beberapa akibat dari perilaku incest ini, khususnya yang terjadi karena paksaan. Diantaranya adalah:
(1) Gangguan psikologis. Gangguan psikologis akibat dan kekerasan seksual atau trauma post sexual abuse, antara lain : tidak mampu mempercayai orang lain, takut atau khawatir dalam berhubungan seksual, depresi, ingin bunuh diri dan perilaku merusak diri sendiri yang lain, harga diri yang rendah, merasa berdosa, marah, menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain, dan makan tidak teratur.
(2) Secara medis menunjukan bahwa anak hasil dari hubungan incest berpotensi besar untuk mengalami kecatatan baik fisik ataupun mental.
(3) Akibat lain yang cukup meresahkan korban adalah mereka sering disalahkan dan mendapat stigma (label) yang buruk. Padahal, kejadian yang mereka alami bukan karena kehendaknya. Mereka adalah korban kekerasan seksual. Orang yang semestinya disalahkan adalah pelaku kejahatan seksual tersebut.
(4) Berbagai studi memperlihatkan, hingga dewasa, anak-anak korban kekerasan seksual seperti incest biasanya akan memiliki self-esteem (rasa harga diri) rendah, depresi, memendam perasaan bersalah, sulit mempercayai orang lain, kesepian, sulit menjaga membangun hubungan dengan orang lain, dan tidak memiliki minat terhadap seks.
(5) Studi-studi lain bahkan menunjukkan bahwa anak-anak tersebut akhirnya ketika dewasa juga terjerumus ke dalam penggunaan alkohol dan obat terlarang, pelacuran, dan memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan seksual kepada anak-anak.
 Upaya Mengatasi Incest
Untuk menghindari terjadinya incest yang baik disertai atapun tidak disertai kekerasan seksual, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:
(1) Memperkuat keimanan dengan menjalankan ajaran agama secara benar. Bukan hanya mengutamakan ritual, tetapi terutama menghayati nilai-nilai yang diajarkan sehingga menjadi bagian integral dari diri sendiri. Hal ini dapat dicapai dengan penghayatan akan Tuhan sebagai pribadi, sehingga relasi dengan Tuhan bersifat “mempribadi”, bukan sekadar utopia yang absurd.
(2) Memperkuat rasa empati, sehingga lebih sensitif terhadap penderitaan orang lain, sekaligus tidak sampai hati membuat orang lain sebagai korban.
(3) Mengisi waktu luang dengan kegiatan kreatif-positif.
(4) Menjauhkan diri dan keluarga dari hal-hal yang dapat membangkitkan  syahwat.
(5) Memberikan pengawasan dan bimbingan terhadap anggota keluarga, sehingga dapat terkontrol.
(6) Memberikan pendidikan seks sejak dini, sesuai dengan usia anak.

H.    Homeless
1.      Pengertian
Tuna wisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap. Berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari.
Gelandangan adalah istilah dengan konotasi negatif yang ditujukan kepada orang-orang yang mengalami keadaan tuna wisma.
Sebagai pembatas wilayah dan milik pribadi, tuna wisma sering menggunakan lembaran kardus, lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik, selimut, kereta dorong pasar swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan negara tuna wisma berada.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sering kali hidup dari belas kasihan orang lain atau sebagai pemulung.
2.      Jenis-jenis tuna wisma
a.       Tuna wisma absolut
Mereka yang benar-benar tidak memiliki rumah dan menjadi penghuni kolong jembatan, emperan gedung, dan sebagainya.
b.      Tuna wisma relatif
Mereka yang tidak mampu membeli rumah atau membangun rumah, tapi masih bisa menyewa (kontrak).
3.      Penyebab adanya tuna wisma
a)      Faktor ekonomi
Kemiskinan merupakan alasan utama seseorang atau kelompok menjadi tuna wisma. Pendidikan yang sulit dijangkau menyebabkan seseorang tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang makin hari harga-harga kebutuhan semakin melambung. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit apalagi untuk memabangun rumah.
b)      Faktor pendidikan
Seperti telah dibahas di atas, sangat jelas korelasi antara faktor ekonomi dan pendidikan. Semakin rendah tingkat pendidikan semakin sulit mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini berpotensi dan mengarah pada kemisikinan.
c)      Faktor budaya
Tidak semua tuna wisma itu tidak memiliki rumah. Di negara-negara maju, ada orang yang memutuskan menjadi tuna wisma bukan karena kemisikinan atau tidak memiliki uang, tetapi ingin bebas dari keluarga atau tanggung jawab.
4.      Bagaimana cara menanggulangi tuna wisma
·         Dengan pemberantasan kemiskinan.
·         Terciptanya lapangan kerja yang memadai.
·         Menyediakan sarana pemukiman dan perumahan yang layak dan memadai bagi masyarakat, tanpa harus menjauhkan dari sumber penghidupan sehari-hari.
·         Komunikasi yang baik, saling menghargai, menghormati dan menyayangi antar anggota keluarga.
·         Pemberian subsidi bagi masyarakat miskin.

I.       Wanita di Pusat Rehabilitasi

1.      Pengertian
“Rehabilitasi” adalah suatu metode untuk sembuh dari semua jenis cedera, penyakit, atau penyakit itu ke Negara biasa dimana seseoarang merasa sehat dan kuat.
“Pusat  rehabilitasi” adalah tempat yang menyediakan layanan rehabilitasi dan membantu orang sembuh dari peny  akit itu atau mereka itu. Pusat ini dapt  mencakup klinik, rumah sakit,perwatan rumah pribadi atau beberapa pusat.



J.      Pekerja Seks Komersial

1.      Pengertian PSK
“Pekerja Seks adalah” setiap orang yang memperjualbelikan seks dengan uang atau dengan bermacam-macam jenis keuntungan. Banyak orang yang mempunyai pikiran bahwa pekerja seks adalah wanita yang berpakaian minim, yang merayu pria, dan bekerja di tempat-tempat pelacuran atau menjajakan diri di jalanan. Tetapi wanita-wanita yang menjual seks adalah kelompok yang sangat beragam. Pekerja seks dapat berupa gadismuda atau wanita yang mempunyai 6 anak dirumah. Dia bisa bekerja di tempat-tempat pelacuran, dibar, di jalan-jalan dengan dikawal oleh seorang perantara.
Istilah “PEKERJA SEKS” lebih menitiberatkan pada kenyataan bahwa pekerja seks, seperti wanita lain, juga bekerja untuk mempertahankan hidup. Karena alas an yang sama maka kita memilih istilah “klien” atau “customer atau pelanggan” bagi pria yang membeli seks.
Terdapat kelompok wanita yang tidak mau disebut sebagai pekerja seks tetapi terkadang mereka memperjualbelikan seks untuk mendapatkan keuntungan lain, seperti ; pekerjaan atau tempat tinggal.
Banyak orang berpendapat bahwa wanita menjadi pekerja seks karena mereka termasuk wanita yang tidak bermoral untuk mencari pekerjaan. Tetapi sebagian besar,  wanita pekerja seks melakukannya karena mereka memerlukan uang untuk membeli makanan, tempat tinggal, dan untuk menghidupi anak-anak dan keluarga, untuk membayar hutang, atau untuk membeli obat-obatan.
Kebutuhan yang sangat mendesak ini dering terjadi pada saat wanita kehilangan kendali atas kehidupannya, contoh ; bapaknya meninggal atau suami atau keluarga meninggalkannya. Atau wanita itu korban perkosaan atau hamil diluar nikah dan mengetahui bahwa tidak ada seorangpun yang mau mengawininya. Jika wanita itu tidak mempunyai pekerjaan tetap atau keterampilan untuk mendapatkan penghasilan sendiri, maka wanita itu akan menjual apa yang dia punya, tubuhnya uantuk menjaga kelangsungan hidupnya.

2.       Penyebab
Banyak hal menyebabkan seorang perempuan bekerja menjadi PSK. Diantaranya adalah:
a.       Akibat kegagalan dalam perkawinan
b.      Karena tekanan ekonomi
c.       Pendidikan yang rendah
d.      Penipuan
e.       Tidak mempunyai skill
Meskipun bekerja sebagai PSK dianggap melanggar norma dan moralitas, namun sebagai individu mereka tidak dapat terlepas dari lingkungan sosialnya.
 Untuk itu diperlukan adanya proses penyesuaian diri. dalam interaksinya mereka berusaha menutupi pekerjaan sebagai PSK, terutama di lingkungan keluarga dan tempat tinggal, untuk menghindari keterasingan dari lingkungan tersebut. Penyesuaian diri yang dilakukan bersifat pasif, mereka menyesuaikan diri dengan bersikap dan bertingkah laku layaknya individu lain di lingkungan tersebut.

3.      Masalah Kesehatan PSK
Karena pekerjaanya, pekerja seks mempunyai resiko tinggi untuk terkena penularan infeksi PMS dan HIV/AIDS dibandingkan wanita lain.
 Resiko lebih meningkat karena pekerja seks berpenghasilan kecil dan dia harus melayani lebih banyak pelanggan lagi setiap harinya. Dia mungkin ingin menggunakan perlindungan, tetapi pria yang merasa membayarnya akan merasa keberatan. Mereka akan menuntut seks di vagina atau anus tetapi menolak menggunakan kondom. Mereka mungkin akan cenderung bertindak kekerasan bila wanita tersebut menolak untuk melayani hubungan tanpa perlindungan.
Bila wanita pekerja seks juga kecanduan obat-obatan terlarang, kebutuhan akan obat-obtan akan membuat wanita tersebut bersedia melayani hubungan tanpa perlindungan karena didesak kebutuhan uang atau obat-obatn, dan lebih kecil kemungkinan untuk bisa melindungi diri sendiri.
Setiap pada setiap wanita, bila pekerja seks tertular PMS, maka bisa mengakibatkan kemandulan atau kanker cervix. Infeksi dengan PMS seperti ; syphilis, gonorrhea, herpes atau Chlamydia  akan meningkatkan resiko tertular HIV/AIDS. Resiko akan lebih besar lagi pada gadis-gadis muda usia. Karena alat genetalia mereka belum matang, mereka akan mudah rusak, luka selama hubungan seksual.
Banyak pekerja seks yang tidak mengetahui atau mendapatkan informasi yang cukup tentang PMS, atau tentang bagaimana cara pencegahannya. Informasi dan pelayanan kesehatan sering tidak tersedia bagi pekerja seks karena karena sebagian besar orang mempunyai anggapan yang buruk terhadap mereka.bila pekerja seks pergi ke puskesmas untuk meminta pertolongan, mereka mungkin akan menerima perlakuan kasar atau bahkan ditolak tidak mendapatkan pelayanan kesehatan

K.    Drug Abuse

1.      Pengertian Drug Abuse
            Drug Abuse adalah penyalahgunaan obat-obatan terlarang, misalnya penggunaan narkotika. Narkotika berasal dari bahasa Yunani, Narkoun yang berarti membuat lumpuh atau mati rasa.
Menurut Undang-undang R.I No.22/ 1997 ditetapkan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik buatan maupun semi buatan yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi atau menghilangkan nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan atau kecanduan.
2.      Latar belakang seseorang menggunakan narkotika, ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhinya:
a.       Faktor individu
Seperti kurang percaya diri, kurang tekun  dan cepat merasa bosan, cemas atau persepsi hidup yang tidak realistis. Juga kadang-kadang dipakai sebagai simbol keperkasaan atau kemoderenan disamping penghayatan kehidupan beragama sangat kurang.

b.      Faktor lingkungan
Seperti mudah diperolehnya narkoba, hubungan antara keluarga tidak efektif dan harmonis disertai kondisi sekolah yang tidak tertib dan berteman dengan pengguna narkotika.
Seseorang dapat mengalami ketergantungan bila memakai narkotika dan dapat berupa ketergantungan fisik dan psikis ketergantungan fisik. Ditimbulkan akibat adaptasi susunan saraf tubuh (neurobiologis).

3.      Konsep pembinaan terapi dan rehabilitasi
a)      Terapi medis
b)      Rehabilitasi social
c)      Rehabilitasi mental
d)     Terapi agama

4.      Penanggulangan Drug Abuse
a)      Menyediakan informasi dan materi KIE.
b)      Mendidik peer educator serta melakukan kegiatan peer education secepatnya untuk memberikan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi pada para remaja.
c)      Meningkatkan peranan guru dan orang tua sebagai sumber informasi tentang kesehatan reproduksi.
d)     Menjalin kerjasama dengan stasiun televisi untuk membuat paket acara yang berisi informasi tentang kesehatan reproduksi remaja.
e)      Menjalin kerjasama dengan majalah lokal dan stasiun radio lokal yang paling populer untuk menyebarkan informasi tentang masalah kesehatan reproduksi remaja.
f)       Perlu segera meningkatkan pengenalan guna memperluas jaringan pelayanan Pusat Pelayanan Remaja (PPR).
g)      Mendirikan lokasi pusat pelayanan remaja dilokasi yang strategis dan mudah dijangkau.
h)      Melengkapi Pusat Pelayanan Remaja.
i)        Menjalin kerjasama dengan rumah sakit agar dapat memberikan rujukan bagi  remaja. 


L.     Pendidikan

Tujuan utama pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan pribadi-pribadi berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia, serta membangun generasi mendatang dengan seperangkat intelektualitas, moralitas dan spiritualitas yang memadai.
     Pendidikan, seperti diungkapkan para pakar, sejatinya merupakan sarana pembentukkan manusia sempurna yang mengedepankan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran dan keadilan.


M.   Upah
a.       Pengertian Upah
Upah adalah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dan pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi. Upah dinilai atau dinyatakan dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.
b.      Faktor penentu tingkat upah yaitu :
1. Faktor internal. Meliputi jam kerja dan lamanya bekerja.
2. Faktor ekstemal. Meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan.
Menurut analisis gender, perbedaan tingkat upah antara pria dan wanita disebabkan oleh peran ganda itu sendiri yang menimbulkan masalah ketidakadilan dari peran dan perbedaan gender tersebut. Berbagai manivestasi ketidakadilan yang ditimbulkan dengan adanya asumsi gender, seperti :
1.) Terjadinya marganalisasi ( pemikiran ekonomi terhadap kaum wanita) meskipun tidak setiap marginalisasi disebabkan oleh kertidakadilan gender namun yang dipersoalkan oleh analisis gender adalah marganalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender.
2) terjadinya subordinasi pada salah satu jenis seks yang umumnya pada kaum wanita. Bentuk dan mekanisme dari proses subordinasi tersebut dari waktu ke waktu berbeda. Seperti anggapan bahwa wanita hanya mengandalkan ketrampilan alami (sifat alamiah wanita : kepatuhan, kesetiaan, ketelitian dan ketekunan serta tangan yang terampil, menyebabkan perempunn dilihat sebagai
c.       Diskriminasi Upah dan Diskriminasi Pekerjaan
Ada dua situasi yang memang terkait, tetapi bisa dibedakan satu dengan yang lainnya, yakni diskriminasi upah dan diskriminasi  pekerjaan.
-          Diskriminasi upah merupakan pembedaan upah buruh pada pekerjaan, kualifikasi, jam kerja, kinerja, serta kondisi lain yang semuanya sama.
-          Diskriminasi pekerjaan tidak mengenal pembedaan upah antara laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan sama, tetapi membatasi akses perempuan pada pekerjaan terentu lebih spesifik lagi, perempuan hanya diberi akses untuk pekerjaan marjinal yang upahnya lebih rendah.
d.      Ada beberapa alasan perusahaan melakukan diskriminasi pekerjaan, yaitu:
1.      Prasangka pekerjaan tertentu bisa dilakukan laki-laki atau perempuan hanya laki-laki yang lakukan kerja tertentu. (dapat dilihat di lowongan pekerjaan media massa)
2.      Peraturan tentang hak pekerjaan perempuan, sehingga menganggap pekerjaan perempuan dianggap ”merugikan” perusahaan.
Contoh; aturan tentang cuti, khususnya cuti haid dan cuti melahirkan. Di satu sisi, peraturan ini positif, karena sangat melindungi pekerja perempuan terkait dengan fungsi reproduksinya.
Pada tingkat pendidikan, jam kerja, umur dan daerah yang sama, secara statistik terbukti buruh perempuan menerima upah lebih rendah daripada laki-laki. Di Indonesia saat ini jenis diskriminasi (upah dan pekerjaan sekaligus bagi buruh perempuan). 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar